Pemberdayaan Hidup Jasmani dan Rohani
Umat Stasi Hati Kudus Bahoi
Paroki St. Yohanes Rasul Tahuna
Oleh: Juvensius Obosan
Latar Belakang
Bahoi adalah salah satu desa yang kecil yang penduduknya berjumlah 3.015 Jiwa. Dari jumlah itu ada sekitar 5.8% penduduk memeluk agama Katolik (176 jiwa), sedangkan sisanya adalah pemeluk agama Protestan dan denominasi (94.2%). Umat Stasi Hati Kudus Bahoi Paroki St. Yohanes Rasul Tahuna berjumlah 45 KK, dengan pembagian: 176 jiwa, Pria berjumlah 93 jiwa, wanita 83 jiwa. Umat di stasi ini tersebar dalam 4 desa: Karatung I/Paghulu, Karatung II/Bahoi, Kauhis, Sesiwung. Terbanyak umat berada di desa Karatung II/Bahoi sehingga gereja didirikan di desa Bahoi.
Berkat kunjungan keluarga yang saya buat selama kurang lebih 2 minggu, saya sungguh mengenal situasi umat di stasi ini. Umat di stasi bahoi (juga secara umum) berpenghasilan sebagai petani dan nelayan. Tanaman pokok mereka yang bekerja sebagai petani adalah Pala dan Cengkih. Itu berarti, ketika bukan musim panen, maka tidak ada pemasukan apa-apa. Sedangkan yang bekerja sebagai nelayan pada umumnya setiap minggu pasti ada penghasilan, walaupun hanya sedikit. Secara singkat dapat dikatakan bahwa tingkat ekonomi umat di stasi ini pada umumnya berada di kelas bawah. Kehidupan umat di stasi ini sangat sederhana. Karena tingkat ekonomi yang rendah, maka berdampak bagi segi kehidupan yang lainnya. Karena kekurangan biaya, maka dalam data umat yang saya buat, ada sekitar 70 orang yang tidak lulus SD. Itu berarti Sumber Daya Manusia (SDM) umat di stasi ini juga sangat minim. Karena tingkat pendidikan yang rendah, maka wawasan pemikiran juga sangat minim. Hal itu menyebabkan timbulnya berbagai pertengkaran di antara mereka baik di rumah pun di dalam gereja, terlebih pertengkaran soal uang. Tingkat ekonomi juga berdampak pada kehidupan menggereja. Dari 176 jiwa, yang masuk gereja setiap hari minggu + 30 jiwa. Setelah ditelusuri, ternyata pada umumnya umat di stasi ini hanya mengutus satu atau dua orang anggota keluarganya untuk mengikuti ibadah pada hari Minggu. Hal itu disebabkan karena tidak adanya uang persembahan.
Umat di stasi ini adalah kelompok yang minoritas. Karena itu, mereka dipengaruhi oleh gaya hidup Protestantis. Dari cara berdoa, bernyanyi, singga sikap-sikap liturgis dalam gereja.
Tujuan
Berdasarkan apa yang saya temukan di tengah umat Bahoi, maka sebagai petugas pastoral yang tinggal dan hidup bersama mereka maka saya mengatur stasi ini dengan berbagai program pemberdayaan baik jasmani pun rohani. Salah satu tujuan umumnya yaitu untuk meningkatkan taraf hidup umat baik di bidang iman, maupun di bidang sosial-ekonomi berdasarkan semangat persaudaraan sejati.
Program Pemberdayaan Hidup
Selain berdasarkan realitas di lapangan, saya juga mengundang tokoh-tokoh umat di stasi ini untuk mengadakan rapat dewan stasi dalam rangka penyusunan program, baik oleh saya sebagai petugas pastoral, pun oleh dewan stasi sendiri. Hal itu dimaksudkan agar program-program kerja itu bukan dari atas ke bawah (Top-Down), tapi dari bawah ke atas (bottom-up), sehingga dapat menjawab kebutuhan umat di stasi ini. Berdasarkan rapat tokoh-tokoh umat, maka disusunlah program kegiatan selama setahun, sbb:
a. Hidup Jasmani
Program kegiatan Hidup Jasmani ini semuanya terarah pada peningkatan kehidupan sosial-ekonomi
1. Program Simpan pinjam oleh WKRI Ranting Stasi Bahoi. Program ini adalah program nasional yang dijalankan lewat kecamaan-kecamatan, dengan nama PnPm (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat miskin). PnPm ini memiliki banyak kegiatan, dan salah satu kegiatan yang diikuti oleh WKRI ranting Bahoi yaitu kegiatan simpan pinjam yang diberi nama SPP (Simpan Pinjam khusus Perempuan). Mekanisme kerja kegiatan SPP yang diikuti oleh WKRI ini adalah sebagai berikut: WKRI ranting Hati Kudus Bahoi miminjam uang dari PnPM kecamatan Manganitu. Dengan ketentuan dikredit setiap bulan dengan bunga 1,25%. Setelah meminjam, WKRI ranting Hati Kudus Bahoi meminjamkan kepada anggotanya dengan ketentuan setiap bulan dikredit dengan bunga 9%. Hal itu berarti 7,25% adalah keuntungan organisasi WKRI ranting Hati Kudus Bahoi. Keuntungan dari kegiatan SPP tersebut digunakan untuk membantu pembiayaan anak-anak sekolah yang orang tuanya tidak mampu.
2. Pembuatan dan Penjualan kue tradisional sanger yang terbuat dari sagu oleh WKRI Bahoi. Kue itu dibuat setiap hari Sabtu oleh semua anggota kaum Ibu. Kue itu dijual tidak hanya terbatas di desa Bahoi, tetapi juga di warung-warung yang ada di pusat kecamatan. Saya juga melobi pemilik supermarket “Megaria” di Tahuna untuk menerima kue ini di toko mereka. Pada menjelang natal, begitu banyak pesanan, setelah tahun baru, berdasarkan laporan dari bendahara keuntungan yang diperoleh dari penjualan kue itu sebesar 12,5 juta (Selang 3 bulan, Oktober-Desember).
3. Kelompok ternak “Sendigilang”. Selain bergerak bersama kaum ibu, saya juga bergerak bersama kaum bapa. Kaum Bapa stasi Bahoi sepakat untuk membuat kelompok peternakan babi kasta. Berikut pengurusnya:
Penasehat : kepala desa: A. Gegaube
1. ketua : Bapak Heid Benyamin
2. wakil ketua : Bapak Victor Athohema
3. Sekretaris : Bapak Dadi Mahaganti
4. Bendahara : Bapak Kosmas Areta
Anggota kelompok ini berjumlah 14 orang. Kami berembuk dan membuat proposal bantuan dana dan bibit kepada dinas peternakan kabupaten. Dinas peternakan menyerahkan kepada kelompok ini lima belas ekor anak babi (sekitar umur 1 bulan lebih) dan uang tunai sebesar 5 juta. Dan atas persetujuan bersama, setiap anggota diberikan tangung jawab satu ekor, kecuali ketua, sekretaris dan bendahara mendapat masing-masing dua ekor. Uang yang ada dibagikan sama kepada 12 orang anggota kelompok ternak itu, masing-masing anggota mendapat sekitar 415.000. Walaupun dibagikan ke masing-masing anggota tetapi ketua sebagai yang bertanggung jawab tetap mengontrol dan melaporkan hasilnya kepada dinas peternakan.
Kegiatan ini tentunya membutuhkan berbagai control, karena itu saya mengusulkan kepada dinas peternakan kabupaten supaya selalu turun dan memberikan pemahaman tentang berbagai macam cara menjaga babi kasta ini agar terlepas dari berbagai penyakit dan cara pemeliharaan yang baik.
4. Pembuatan Jamban. Sewaktu saya tiba di stasi ini, rumah di mana saya tinggali tidak memiliki wc dan kamar mandi. Saya diajak mandi di sungai dan buang air di suangi juga. Setelah memperhatikan, ternyata hampir semua rumah di desa itu tidak memiliki wc dan kamar mandi. Setelah beberapa lama bergaul dan sudah baku frei dengan umat di stasi itu, saya mengusulkan kepada umat untuk mengadakan program pembuatan wc dan kamar mandi. Usulan itu diterima baik oleh 12 KK. Saya mengusulkan kepada WKRI Bahoi, supaya dapat memberikan sumbangan dana untuk kegiatan itu. WKRI Bahoi memberikan sumbangan sebesar 5 juta rupiah, dan saya pun mencari dana lewat beberapa kepala dinas di pusat paroki. Semua dana yang terkumpul 10 juta rupiah. Kami juga sepakat supaya semua material (batu, pasir, kayu, dan papan) ditanggung bersama. Yang dibeli hanya seng dan semen serta paku. Dan disepakati juga bahwa pembuatannya dilakukan secara bersama-sama oleh 12 KK itu. Selang waktu 3 bulan, ke-12 wc dan kamar mandi itu selesai di bangun.
b. Hidup Rohani
Yang dimaksudkan dengan pemberdayaan hidup rohani yaitu pemberdayaan di bidang kehidupan menggereja, baik dalam bentuk organisasi pun dalam bentuk pendalaman iman.
1. Sikap liturgis yang baik dan benar. Umat stasi Hati Kudus Bahoi adalah umat yang hidup di tengah-tengah golongan mayoritas Protestan. Karena itu, dalam setiap ibadah/perayaan liturgis, baik di rumah pun di dalam gereja, gaya protestantis sangat besar. Sebagai contoh, di dalam gereja, umat datang langsung di tempat duduk dan bercerita seperti di rumah. Di depan gereja orang tidak berlutut terlebih dahulu tetapi berjalan seperti pergi ke pasar. Bahkan ada juga yang menelepon di dalam gereja. Mereka juga sepertinya tidak terbiasa dengan berlutut, sehingga jika berlutut hampir-hampir terjatuh. Bagi saya semua itu hanyalah pembiasaan saja. Karena itu saya berusaha agar mereka terbiasa dengan sikap-sikap liturgis, sambil menjelaskan apa arti setiap tindakan yang diambil dalam liturgis. Saya menyediakan air kudus di depan gereja, sehingga mereka terbiasa masuk gereja sambil berlutut membuat tanda salib dengan air kudus. Datang dan kembali ke gereja berlutut, pergi ke panti imam mesti berlutut. Tidak makan gula-gula pada waktu perayaan liturgis berlangsung. Kebiasaan memasang lilin dan menyediakan salib ketika beribadah di rumah-rumah, dll. Semua itu dari sejak awal saya terapkan di stasi ini.
2. Pembentukan Wilayah Rohani. Dalam rangka memudahkan pelayanan dan kemandirian umat, maka atas kesepakatan bersama semua umat dalam rapat dewan stasi, maka dibentuklah 2 wilayah rohani. Wilayah rohani 1 berjumlah 22 KK dan wilayah rohani 2 berjumlah 23 KK. Program awal dari setiap wil.roh. ini adalah mengunjungi semua umat yang kadang terlibat dalam kegiatan-kegiatan menggereja lewat kunjungan doa seminggu sekali. Selain itu, mengumpulkan dana untuk keperluan-keperluan mendesak, seperti dana kesehatan, dana duka.
3. Pembentukan WKRI. Kaum ibu Katolik di stasi Hati Kudus Bahoi, sewaktu saya datang, sudah terbentuk, tetapi masih dalam taraf kelompok yang belum disahkan sebagai suatu organisasi yang disahkan oleh paroki pun oleh organisasi Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI). Maka dibentuklah secara kekeluargaan pengurus organisasi Wanita Katolik stasi Bahoi. Setelah terbentuk, saya mengundang beberapa orang pengurus WKRI cabang yang ada di pusat paroki untuk memberikan mereka pembekalan. Setelah pembelakan, maka pada tanggal Jumat, 5 Juni 2009 disahkanlah pengurus WKRI ranting Hati Kudus Bahoi secara resmi dalam pelantikan pengurus-pengurus WKRI. Setelah secara resmi terbentuk, WKRI Bahoi menyusun program. Program-program yang disusun dan dijalankan: Simpan pinjam, Pembuatan dan Penjualan Kue khas Sanger, rekoleksi dan pendalaman iman.
4. Pendampingan Mudika. Mudika di stasi ini memang tidak banyak jumlahnya, tetapi sejak saya berada di stasi ini, organisasi ini sudah berjalan dengan beberapa anggotanya. Sebagai petugas pastoral saya mendampingi mereka pertama-tama dengan hadir dan mengikuti acara selebrasi mudika ini, sambil mengenal seluk-beluk dan perangai mereka satu per satu. Setelah merangkul mereka, saya mengusulkan supaya kegiatan mudika tidak hanya sebatas selebrasi tetapi ada kegiatan-kegiatan lain yang lebih variatif. Dalam rapat bersama seluruh anggota mudika (14 orang) kami menyusun program kegiatan: 1. Petugas Liturgis pada hari Minggu (sebulan sekali), 2. Menyusun Jadwal Petugas Misdinar, 3. Rekoleksi (masa adven dan prapaskah), 4. Membuat adegan Penyaliban Yesus, 5. Mengikuti pertemuan Berkala mudika sekeuskupan, 6. Ibadah Pantai, 7. Pendalaman Kitab Suci, 8. Menyukseskan Penutupan bulan Rosario se-Paroki, 9. Adegan natal, 10. Berpartisipasi dalam pembangunan gereja. Adegan natal dan penyaliban Yesus sempat menjadi acara pokok yang ditampilkan dalam siaran TV perbatasan pada hari Jumat Agung 2009, dan 25 Desember 2009.
5. Pembentukan Sekami. Sekami (Serikat Anak Misioner) yang lebih dikenal di stasi Hati Kudus Bahoi dengan nama TABIK (Taman Bina Iman Katolik) sebenarnya sudah pernah muncul dan hidup di Stasi ini. Organisasi ini muncul di stasi ini berkat beberapa orang Katekis yang bertugas di stasi ini, tetapi setelah tugas mereka selesai, Sekami ini tidak berjalan lagi. Salah satu alasan yang saya temukan mengapa organisasi ini tidak berjalan lagi, karena kurangnya tenaga yang bisa menjadi pembina anak-anak ini. Sebenarnya tenaga ada, tetapi pengetahuan dan pedoman pembinaan Sekami ini tidak ada. Langkah awal yang saya ambil yaitu mengumpulkan anak-anak yang ada di dekat rumah di mana saya tinggal. Hari pertama pertemuan kami, yaitu pada hari Minggu 1 Februari 2009. Hari pertama ini berkumpul anak-anak sebanyak 6 orang yaitu Setelah pertemuan pertama itu, saya langsung menentukan hari pertemuan selanjutnya, yaitu pada setiap hari Minggu, pukul 08.00. Setiap kali pertemuan, jumlah anggota SEKAMI bertambah terus. Dalam catatan yang saya buat, di stasi ini ada 25 orang akan SEKAMI. Atas anjuran dari orang-orang tua, maka diadakan kunjungan setiap hari Rabu dari rumah ke rumah. Setelah berjalan beberapa minggu, dengan berbagai jenis lagu yang sudah dikuasai oleh anak-anak maka kelompok Sekami ini mendapat tugas liturgis sebulan sekali pada ibadah Hari Minggu. Selain kegiatan itu, organisasi Sekami memiliki beberapa program yaitu:
- Menyanyikan lagu dan gerakannya di gereja pada hari Minggu.
- Membuat Tabungan Natal
- Berpartisipasi dalam pencarian dana pembangunan Gereja (kerja sama dengan mudika)
- Bekerja Sama dengan mudika dalam membuat atraksi Malam Natal
Dalam pertemuan terakhir 25 November saya mengusulkan program sekami untuk membantu sekami lain yang orang tuanya tidak mampu untuk menyekolahkannya (Children helping children). Dalam pantauan saya selama setahun ada dua keluarga katolik yang hidup mereka begitu kurang, yaitu keluarga makagansa-kolong dan keluarga Sasela-Tahulending. Keluarga Makagansa-Kolong memiliki seorang anak yang baru duduk di kelas 1 SD, dan menurut sharing dari ibu keluarga anak itu akan diberhentikan dari sekolah. Demikian juga untuk keluarga Saselah-Tahulending yang memiliki tiga orang anak anggota sekami. Anggota sekami yang menabung untuk natal, bersedia memberikan Rp.3.000 untuk kelanjutan sekolah teman-teman mereka. Untuk kelanjutan organisasi ini maka saya mengajak anak-anak mudika untuk membina anak-anak ini, selain juga dari pihak pengurus stasi, yaitu ketua stasi sendiri. Karena itu saya mengadakan latihan kepemimpinan kepada mudika.
Evaluasi
Pada umumnya, umat di stasi Bahoi memiliki tingkat pendidikan di bawah SMP. Dalam catatan saya, hanya 3 orang yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil. Hal itu berarti pemikiran dan wawasan serta kemampuan intelektual sangat terbatas. Walaupun begitu, saya mencoba untuk membiasakan mereka membuat laporan pertanggungjawaban program kerja setiap bulan secara tertulis. Pada Minggu ke-4 diadakan pertanggungjawaban program kerja dalam kelompok masing-masing, baik di mudika, di sekami, pun di WKRI, serta kaum Bapa. Laporan pertanggungjawaban yaitu laporan perkembangan kegiatan yang sudah dan sementara berlangsung. Selain itu diadakan juga evaluasi, saran-saran dari masing-masing anggota demi kelancaran dan perkembangan organisasi ke depan. Pada Minggu I, diadakan laporan pertangggungjawaban di hadapan semua umat atas kegiatan-kegiatan yang sudah dan sementara dibuat disetiap organisasi. Laporan pertanggungjawaban itu sudah termasuk di dalamnya laporan keuangan. Laporan itu dibuat pada hari Mingggu setelah ibadah di gereja. Demikian sehingga semua kegiatan terkontrol dengan baik.
Penutup
Setelah hidup dan merasakan pergumulan umat stasi Hati Kudus Bahoi, saya merasa waktu setahun sangat singkat. Belum cukup untuk membebaskan mereka dari kekuatiran dan ketakberdayaan, baik jasmani pun rohani. Terlepas dari cukup atau tidak, saya pun menarik diri dan melihat lebih jauh ke dalam. Selama berada di tengah umat, saya belajar satu yaitu mendengarkan orang lain. Kadang-kadang sebagai pewarta Injil merasa hebat karena dilengkapi dengan berbagai pengetahuan. Dan karena berpendidikan tinggi, menganggap diri lebih pintar, hebat dan lebih dari orang lain. Karena kondisi itu, maka kadang sulit untuk mendengar kata-kata orang-orang kecil, orang yang tidak berpendidikan, apalagi jika usul dan ide itu dianggap tidak berbobot. Saya belajar mendengarkan dan merenungkan serta merasakan apa yang dialami dan digumuli serta kemudian memperbaiki dengan cara sehingga orang tidak tersinggung. saya belajar memuji orang lain bukan langsung meremehkan.
Di akhir Tugas saya di desa Bahoi, saya akhirnya menyadari bahwa umat di sini memang merindukan kehadiran seorang pelayan yang tidak hanya datang tetapi mndengar dan mengalami hidup mereka. Lebih jauh mereka juga sebenarnya ingin bersama hidup. Bersama hidup berarti bersama berjuang meniti hidup yang tidak hanya terbatas secara rohani tetapi jasmani juga. Kehadiran seorang pelayan yang “bersama hidup” merupakan akhir kata kebersamaan saya dengan umat dan masyarakat desa Bahoi.