Tanda yang Kedua
(Yoh. 4:46-54)
Oleh: Juvensius Obosan
Pendahuluan
Secara umum, Injil Yohanes dapat dibagi menjadi tiga bagian.[1] Ketiga bagian itu ialah 1). Pendahuluan (1:1-18); 2). Isi (1:19-20:29); 3). Penutup (20:30-31-pasal 21). Untuk bagian Isi dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu 1). Buku tanda (1:19-12:50); 2). Buku kemuliaan (Yoh. 13:1-20:29). Bagian penutup biasanya dibedakan dua bagian. Penutup yang sebenarnya adalah Yoh. 20:31-32, namun kemudian disisipkan Yoh. 21 yang mempunyai penutup sendiri (Yoh. 21:24-25).[2]
Berdasarkan pembagian di atas, teks Yoh. 4:46-54 yang dalam KS terbitan LAI di beri judul “Yesus menyembuhkan anak pegawai istana” berada pada bagian Isi, buku tanda. Teks ini adalah teks yang mengisahkan tanda kedua dari tujuh tanda yang ditampilkan penulis dalam Injil Yohanes. Tujuh tanda yang ditampilkan Injil Yohanes: 1). Perkawinan di Kana (Yoh. 2: 1-11); 2). Yesus menyembuhkan anak pegawai istana (Yoh. 4: 46-54); 3). Penyembuhan pada hari Sabat di kolam Betesda (Yoh. 5:1-18); 4). Yesus memberi makan lima ribu orang (Yoh. 6:1-15); 5). Yesus berjalan di atas air (Yoh. 6: 16-21); 6). Orang yang buta sejak lahir (Yoh. 9: 1-7). Lazarus dibangkitkan (Yoh. 11:1-54). Pada bagian ini akan dibahas sedikit banyak tentang tanda kedua: “Yesus menyembuhkan anak pegawai istana”.
Panorama Umum Yoh. 4:46-54
Guna mengerti warta Yohanes dalam perikop ini, baiklah kita melihat perikop sebelum dan sesudah.
Di akhir perikop ini, penulis menegaskan dalam ay. 54 bahwa penyembuhan anak pegawai istana adalah tanda yang kedua yang dibuat Yesus ketika Ia pulang dari Yudea ke Galilea. Itu berarti ada tanda pertama di tempat yang sama. Tanda pertama itu ialah Yesus membuat air menjadi anggur (Yoh. 2:1-11). Setelah Yesus mengikuti pesta perkawinan di Kana, Yesus bersama rombongan pergi ke Kapernaum (2:12). Setelah beberapa hari tinggal di Kapernaum, Yesus mengikuti perayaan hari raya Yahudi di Yerusalem (2:13). Di Yerusalem Yesus marah karena Bait Allah dijadikan tempat berjualan (2:13-25). Di Yerusalem itu juga Yesus bercakap-cakap dengan Nikodemus seorang Farisi tentang kelahiran kembali (3:1-21). Ketika Tuhan Yesus mengetahui, bahwa orang-orang Farisi telah mendengar, bahwa Ia memperoleh dan membaptis murid lebih banyak dari pada Yohanes - meskipun Yesus sendiri tidak membaptis, melainkan murid-murid-Nya, - Ia pun meninggalkan Yudea dan kembali lagi ke Galilea (4:1-2). Penginjil menegaskan bahwa ketia kembali itu, Yesus tidak boleh tidak atau dengan kata lain harus melintasi daerah Samaria (4:4). Yesus harus melintasi daerah Samaria untuk memberikan air kehidupan kepada wanita Samaria di sumur Yakub (4:5-42). Di Samaria Yesus tinggal selama dua hari dan kemudian melanjutkan perjalanan ke Galilea (4:43). Di Galilea ini, Yesus kembali lagi ke Kana di mana Ia membuat mukjizat air menjadi anggur. Ketika Yesus di Kana, seorang pegawai istana yang tinggal di Kapernaum datang untuk meminta Yesus menyembuhkan anaknya yang sedang sakit (4:46-54).
Berdasarkan kisah-kisah perjalanan Yesus di atas, kita dapat melihat bahwa perikop tanda kedua yang dibuat Yesus di awali dengan perikop singkat (4:43-45). Perikop ini adalah semacam perikop penutup yang menghubungkan karya Yesus di Samaria dan Galilea.
Dalam perjalananNya ke Galilea, Yesus harus singgah di Samaria. Kata “harus” mau menunjuk bahwa Yesus tidak boleh tidak singgah di Samaria. Itu berarti ada sesuatu yang penting yang perlu dibuat di Samaria. Di Samaria, tepatnya di kota Sikhar, Yesus memberikan air hidup kepada perempuan Samaria (4:1-42). Orang-orang Samaria adalah orang-orang peranakkan yang menurut pandangan bangsa Yahudi mereka bukanlah bangsa terpilih. Karena pandangan seperti itu, maka adalah sangat berbahaya jika seorang Yahudi (apalagi pria) datang bercerita dengan seorang wanita Samaria, apalagi di sumur Yakub. Di sumur itu adalah tempat para wanita bukan lelaki.[3] Yesus membongkar pandangan-pandangan itu untuk menegaskan bahwa semua orang tanpa terkecuali harus menerima SabdaNya. Itulah yang kiranya menjadi hal penting yang membuat Yesus harus melewati daerah Samaria dan bersentuhan dengan orang-orang yang tidak di pandang di kalangan Yahudi. Dari percakapan Yesus dengan perempuan Samaria penulis menyimpulkan “Dan lebih banyak lagi orang yang menjadi percaya karena perkataan-Nya … Kami percaya, … sebab kami sendiri telah mendengar Dia, dan kamu tahu bahwa Dialah benar-benar Juru Selamat dunia” (4:41-42). Dua hari lamanya Yesus tinggal di Samaria dan meneruskan perjalanan ke Galilea.
Pada perikop “kembali ke Galilea” (Yoh.4:43-45), penulis Injil Yohanes mengangkat dua poin: pertama, seorang nabi tidak dihormati di tempat asalnya. Perkataan tentang seorang nabi tidak diterima di tempat asalnya adalah salah satu perkataan atau penegasan yang dilaporkan oleh ketiga pengarang injil Sinoptik. Penegasan itu menjadi suatu indikasi bahwa Injil Yohanes muncul kemudian setelah injil-injil Sinoptik. Penegasan itu juga menjadi suatu indikasi bahwa pengarang Injil Yohanes menjadikan Injil Sinoptik sebagai sumber penulisan Injilnya. Perkataan bahwa seorang nabi tidak diterima di tempat asalnya dapat kita lihat dalam Mat.13:57; Mrk. 6:4; Luk.4:24, dalam hubungan dengan penolakan Yesus di Nazaret.[4] Ay. 43 dan 44 dihubungkan dengan kata “sebab”, kemungkinannya untuk menegaskan bahwa Yesus harus menunjukkan realitas bahwa nabi memang tidak dihormati di tempat asalnya. Yesus datang kepada milikNya, bukan tanpa sadar bahwa Ia akan ditolak, tetapi Yesus tahu dengan baik bahwa Ia harus mengharapkan suatu penolakan. Hal ini tidak mengejutkan Dia, karena sudah merupakan rencana Ilahi. Untuk memenuhi rencana itu, Yesus pergi ke Galilea.[5]
Kedua, orang-orang Galilea (orang-orang yang tidak sekampung dengan Yesus) menyambut Yesus, karena mereka sudah mendengar apa yang dibuatNya di Yerusalem pada pesta orang Yahudi. Dua hal yang saling bertentangan: di terima dan ditolak ditampilkan oleh penulis untuk menggambarkan dinamika perkembangan iman orang-orang yang mendengar karya yang dibuat Yesus. Rupanya pada kedatanganNya pertama di Galilea, orang-orang belum percaya. Sesudah orang-orang Galilea mendengar tentang apa yang dibuat Yesus di Yerusalem karena mereka sendiri turut dalam pesta tahunan Yahudi, barulah mereka menyambut Dia (ay.45). Penerimaan orang-orang Galilea terhadap Yesus itu bukan karena mereka benar-benar percaya kepadaNya bahwa Dialah Anak Allah tetapi karena Yesus adalah Pembuat mukjizat atau tanda. Karena itu, iman orang-orang Galilea waktu itu adalah “Iman-Mukjizat” atau “Iman-tanda”. Iman mereka itu diketahui benar oleh Yesus. Karena itu, Yesus membuka mata mereka untuk melihat sesuatu yang lebih dari sekedar tanda dengan menyembuhkan anak pegawai istana dari jarak jauh.[6]
Perikop “Yesus menyembuhkan anak pegawai istana” (4:46-54), semacam kesimpulan dari suatu babakan. Pada bab 1-4, Yesus menanamkan iman kepada orang-orang Yudea dan Samaria dan Galilea. Berawal dari Betania bersama Yohanes Pembaptis kemudian ke Galilea di Kana di mana Ia membuat tanda yang pertama, dan kemudian kembali lagi ke Yerusalem pada pesta paskah Yahudi dan kembali lagi ke Galilea di mana Ia membuat tanda yang kedua. Pada kisah-kisah itu, penulis injil Yohanes tidak menampilkan reaksi-reaksi ancaman yang menunjukkan perselisihan antara Yesus dan orang-orang Yahudi. Pernyataan kemuliaan Yesus akhirnya menimbulkan perselisihan yang sengit antara orang-orang Yahudi dan Yesus. Perselisihan itulah yang mulai muncul dan dijelaskan pada bab 5-12. Jadi setelah menghantar orang-orang Yahudi untuk merubah “iman-tanda” dengan iman yang lebih mendalam akan Yesus melalui “penyembuhan jarak jauh” terhadap anak pegawai istana, Yesus mulai di tentang dan diancam untuk di bunuh. Pada akhir perikop “penyembuhan pada hari Sabat di kolam Betesta” (5:1-18), penulis injil Yohanes menegaskan ancaman terhadap Yesus untuk pertama kali, “… orang-orang Yahudi berusah menganiaya Yesus…” (ay.16); “Sebab itu orang-orang Yahudi berusaha lagi untuk membunuhNya” (ay.18).
Perselisihan antara Yesus dan orang-orang Yahudi menjadi mungkin karena Yesus mulai menentang kebiasaan-kebiasaan hidup orang-orang Yahudi yang didasarkan pada aturan semata. Lebih lagi, Yesus juga mulai menegaskan identitasNya kepada orang-orang Yahudi bahwa Dia Anak Allah, “Bapa-Ku bekerja sampai skarang, maka Aku pun bekerja juga” (5:17).
Panorama Khusus Yoh. 4:46-54
Kisah penyembuhan anak pegawai istana kiranya merupakan variasi dari kisah penyembuhan hamba perwira di Kapernaum yang ada dalam Injil Matius dan Lukas (Mat. 8:5-13; Luk. 7:1-10). Walaupun demikian, masing-masing penginjil menempatkan kisah ini sesuai dengan arah dan tujuan penulisan injilnya. Dalam Injil Sinoptik, perwira yang ditampilkan adalah seorang kafir. Perwira itu kafir tetapi memiliki iman yang besar yang tidak didasarkan pada tanda. Karena itu, penulis injil Sinoptik menampilkan Yesus yang memuji iman sebesar itu. “Aku berkata kepadamu, iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai, sekalipun di antara orang Israel!” (Luk. 7:9; bdk. Mat. 8:10). Dalam Injil sinoptik, tidak disinggung bahwa Yesus menyembuhkan dari jarak jauh, sementara Injil Yohanes tidak ditampilkan pujian Yesus terhadap seorang bukan Yahudi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kedua cerita baik dalam Injil Sinoptik pun dalam Yohanes itu adalah dua bentuk berbeda dari cerita yang sama yang berkembang dalam komunitas yang berbeda.
Penulis Injil Yohanes menempatkan kisah penyembuhan anak pegawai istana sebagai puncak dari pewartaan iman yang tanpa perselisihan. Itu berarti penulis Injil Yohanes mau menunjukkan perkembangan iman dari orang-orang yang mendengar tanda-tanda yang dibuatnya, dari Nikodemus yang Yahudi melalui orang Samaria yang setengah Yahudi dan setengah kafir sampai pegawai pegawai yang kafir. Memang penulis Injil Yohanes seperti dalam penulis Injil Matius dan Lukas tidak menyebut bahwa pegawai istana itu adalah orang yang kafir. Dengan Nikodemus, Yesus berbicara tentang kelahiran kembali dalam hidup baru; dengan wanita Samaria Yesus berbicara tentang air hidup yang terus mengalir; sedangkan dengan pegawai istana, Yesus menegaskan kehidupan itu sudah ada.[7]
Kisah penyembuhan anak pegawai istana adalah tanda yang kedua yang dibuat Yesus di tempat yang sama: Galilea di Kana. Tandah pertama adalah kisah air menjadi anggur. Penulis menampilkan tanda pertama dan kedua dibuat Yesus pada hari yang ketiga sejak ia meninggalkan daerah Yudea. Dalam kisah pertama ditampilkan Yesus sudah berada tiga hari di Yudea. “Pada hari ketiga ada perkawinan di Kana yang di Galilea” (Yoh. 2:1). Pada kisah kedua memang tidak ditampilkan sudah berapa hari Yesus di Galilea. Tetapi dari perikop sebelumnya (ay.43-45) dikatakan “Dan setelah dua hari itu Yesus berangkat dari sana ke Galilea” (ay.43). Dari kesaksian penulis itu dapat dikatakan bahwa Yesus melanjutkan perjalanan dari Samaria ke Galilea pada hari ketiga.
Analisa teks Yoh. 4:46-54
Kisah penyembuhan anak pegawai istana ini ditampilkan oleh penginjil Yohanes pertama-tama dengan menunjuk Galilea (khususnya Kana) (ay. 46). Kana adalah tempat di mana Yesus telah merubah air menjadi anggur. Di sini penulis menampilkan suatu pola, “dari Kana ke Kana”. Dalam ayat 46 ini, selain menampilkan Kana, penulis juga menampilkan Kapernaum. Kapernaum dan Kana adalah sama-sama tempat yang berada di wilayah Galilea. Jarak antar Kapernaum dan Kana + 16 km. Di Kapernaum tinggalah seorang pegawai istana (Nobleman, dalam bahasa Yunani: βασιλικός). Βασιλικός adalah kata sifat “royal” (taat).[8] Pegawai yang ditampilkan itu adalah pegawai yang taat. Taat kepada raja. Taat kepada raja berarti orang yang melayani raja. Seandainya pegawai yang dimaksud oleh penulis Injil Yohanes sama dengan kepala pasukan dalam Injil Sinoptik, ia kiranya seorang kafir yang bekerja pada raja Herodes Antipas. Seandainya ia bukan seorang pegawai Herodes, ia adalah seorang wakil kerajaan. Dengan menampilkan pegawai istana, penulis mau menampilkan seorang kafir sehingga imannya, seperti orang Samaria, berlawanan dengan kegagalan orang-orang Yahudi untuk percaya.[9]
Penulis menampilkan bahwa Βασιλικός itu memiliki anak yang sedang sakit. Di sini dua hal yang ditampilkan, anak dan keadaannya. Anak dan keadaannya yang sedang sakit itu merupakan sebab yang memicu pegawai itu ingin bertemu dengan Yesus. Bisa dikatakan bahwa karena anaknya sakit maka pegawai itu ingin bertemu dengan Yesus. Keadaan mendesak pegawai itu untuk bertemu dengan Yesus. Pegawai itu tentunya sudah mendengar atau bahkan melihat tanda-tanda yang dibuat Yesus (bdk. Ay.45) sehingga ketika anaknya sakit pegawai istana itu memilih datang kepadaNya. Ay. 47 mengisyaratkan iman awal pegawai itu. Rupanya pegawai itu telah menunggu kedatangan Yesus di Galilea. “Ketika mendengar bahwa Yesus telah datang dari Yudea ke Galilea, … pergilah ia kepadaNya,..” (ay.47). Keadaan yang mendesaknya untuk menungguh Yesus. Dan inilah awal suatu perjalanan iman. Tujuan perjalanan Yesus yang ditampilkan oleh penulis setelah dari Samaria adalah Kana. Pegawai istana itu menemui Yesus ketika Ia sudah berada di Kana. Kana terletak di pegunungan, sedangkan Kapernaum berada dekat danau Galilea. Pegawai istana itu memohon agar Yesus datang menyembuhkan anaknya, sebab anaknya hampir mati.
Dua hal yang kiranya penulis tampilkan pada ayat 47 ini. Pertama, pegawai istana itu memohon kepada Yesus supaya ia datang di tempat di mana anaknya terbaring sakit. Hal ini agak berbeda dengan kisah dalam Injil Sinoptik. Penulis injil Sinoptik menampilkan ketidaklayakan perwira untuk mengundang Yesus di rumahnya untuk menyembuhkan hambanya (bdk. Mat. 8:8; Luk. 7:6). Permohonan ini tentunya berlatar belakang. Ketika memohon kepada Yesus, pegawai ini membawa serta imannya yang hanya sebatas iman-tanda. Karena itu, konsep yang ada di dalam pikirannya adalah bahwa Yesus dapat menyembuhkan anaknya jika Yesus hadir di tempat di mana anaknya itu sakit. Bagi pegawai istana itu, kehadiran merupakan syarat anaknya bisa sembuh. Pemahaman itu didasarkan pada apa yang sudah dilihatnya sebelumnya. Pada kisah-kisah sebelumnya, Yesus membuat tanda tidak dari kejauhan. Kedua, penulis menegaskan keadaan yang harus segera di tangani. Anak pegawai itu dalam keadaan hampir mati (at point of death, Yun. ήμελλεν γάρ άποϑνήσκειν). ήμελλεν γάρ άποϑνήσκειν adalah keadaan yang mendesak, yang membuat pegawai istana pergi memohon kepada Yesus.
Yesus tahu iman apa yang ada dalam diri pegawai istana yang memohon Yesus datang kepada anaknya yang sedang hampir mati. Karena itu, terhadap permohonan pegawai istana itu, Yesus mengungkap apa yang sebenarnya ada dalam diri pegawai, “Jika kamu tidak melihat tanda dan mukjizat, kamu tidak percaya” (ay. 48). Dengan teguran itu, Yesus menyindir dia karena hanya percaya setelah melihat tanda dan mukjizat. Kata “mukjizat” hanya di pakai di sini dalam Injil Yohanes. Dalam Injil Sinoptik kata “Mukjizat” tidak pernah ditemukan. Dalam Kisah Para Rasul, istilah “mukjizat” beberapa kali ditemukan, misalnya Kis.2:22, 43). Teguran Yesus terhadap pegawai istana itu bukanlah hal yang luar biasa. Teguran seperti itu sudah biasa digunakan oleh penulis (lih. Mrk.7:27). Teguran itu dapat juga disamakan dengan jawaban Yesus terhadap Maria pada waktu perkawinan di Kana: “Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu? Saat-Ku belum tiba”. Beberapa ahli bahkan menyimpulkan bahwa itulah pola yang sering dipakai dalam cerita-cerita Yohanes. Pola itu sering menggunakan teguran (lih. 11:4). Tetapi lebih jauh kita bisa mengatakan bahwa penulis Injil Yohanes sebenarnya tidak suka dengan “iman-tanda” (lih. 2:23-24). Karena tidak suka dengan “iman-tanda”, maka ada beberapa ahli berpendapat bahwa penyusun Injil Yohanes menyisipkan teguran itu dengan mengambil dari sumber-tanda.[10] Penulis Injil Yohanes menempatkan teguran Yesus itu untuk menyiratkan bahwa sebuah daya penarik kepada Yesus atas dasar tindakan-tindakanNya yang luar biasa atau ajaib itu sendiri bukanlah sebuah iman yang dewasa (iman sejati). Bagi penulis, yang masih belum jelas, sekalipun mungkin disiratkan, adalah kenyataan bahwa melihat melalui tanda tersebut, hal yang melampaui hal-hal ajaib, yaitu melihat identitas si pembuat keajaiban, adalah cara yang benar dan sejati dalam menerima tanda-tanda.[11]
Rupanya teguran Yesus itu membawa perubahan. Iman-tanda yang dimiliki oleh pegawai istana itu perlahan-lahan terbuka ke arah iman sejati. Berkat teguran Yesus itu, pegawai istana merubah cara pandang yang sempit terhadap Yesus. Ia mulai melihat Yesus bukan hanya sebatas pembuat tanda. Pegawai istana itu yakin benar bahwa Yesus dapat menyembuhkan anaknya. Karena itu, untuk kedua kalinya (yang pertama ay. 47) ia memohon, “Tuhan datanglah sebelum anakku mati” (ay. 49). Permohonan kedua dari pegawai istana itu menunjukkan bahwa iman pegawai istana itu tidak lagi hanya sekedar rasa kagum, tetapi mulai mendalam dan menarik dia pada si Pembuat Keajaiban. Dengan permohonannya yang kedua, pegawai istana itu mulai terbuka dan mulai menerima kekuatan Yesus yang memberikan kehidupan. Walaupun demikian, pegawai istana itu belum sepenuhnya memahami pribadi Yesus. Permohonannya yang kedua masih menunjukkan bahwa pegawai istana ini tidak tahu bahwa Yesus memiliki kuasa atas kehidupan dan kematian seseorang tanpa dibatasi oleh waktu dan jarak. Untuk itu, Yesus menegaskan kembali kuasanya itu dengan memerintah pegawai itu pulang, sebab anaknya telah hidup.
Penegasan Yesus, “Pergilah, anakmu hidup!” adalah suatu perkataan yang mungkin menantang iman pegawai istana itu. Teguran Yesus pada ay. 48 memperkuat pegawai istana sehingga ketika Yesus menyuruhnya pulang, pegawai ini tidak ragu dan menolak Yesus, karena tidak mengikuti permintaannya agar Yesus datang ke tempat di mana anaknya terbaring sakit. ay. 50. “Pegilah anakmu hidup”. Dengan perkataan itu, Yesus menyembuhkan anak pegawai istana itu tanpa pergi ke rumah di mana anak itu berada. Yesus menyembuhkan anak itu dengan perkataan. Kekuatan kata-kata Yesus itu menembus jarak Kana dan Kapernaum. Itulah cara penyembuhan jarak jauh. Cara penyembuhan ini adalah cara yang sebenarnya baru, tidak seperti biasanya yang mereka lihat pada tanda yang lain. Penulis menampilkan cara ini untuk menekankan aspek mengherankan dari mukjizat ini. Kata-kata Yesus, “Pergilah anakmu hidup” mengingatkan kata-kata Elia. Elia mengembalikan anak seorang janda di Sarepta, sambil berkata, “Ini anakmu, ia sudah hidup” (1 Raj. 17:23). “Hidup” digunakan dalam arti “sembuh”. Barangkali karena bahasa Ibrani tidak mempunyai kata untuk “dipulihkan”, maka menggunakan kata “hidup” dalam arti sembuh.[12]
Tindakan pegawai istana mengikuti perkataan Yesus untuk pulang ke rumahnya adalah bukti bahwa pegawai itu kini memiliki iman bukan sekedar tanda. Penulis Injil Yohanes menegaskan imannya: “Orang itu percaya akan perkataan yang dikatakan Yesus kepadanya, lalu pergi”. Itulah puncak perikop ini. Penegasan penulis bahwa pegawai itu percaya lalu pergi menunjukkan bahwa penulis menempatkan kepercayaan adalah dasar dari tindakan selanjutnya. Pegawai itu percaya terlebih dahulu apa yang dikatan Yesus, barulah ia pergi. Dasar ke-pergi-annya adalah kepercayaan. Sebenarnya, kepercayaan pegawai istana itu tidak ada dasarnya. Ia tidak melihat bukti apa-apa. Yesus hanya membentangkan kata-kata yang tidak ada tandanya di depan mata pegawai istana itu pada saat itu. Ia pergi kembali ke tempat tinggalnya tanpa jaminan apa pun, tanpa melihat bukti nyata, tanpa membawa pembuat mukjizat itu ke dalam rumahnya.[13]
Yesus menghantar pegawai istana itu (yang bukan orang Yahudi) pada suatu pengakuan mendalam akan Yesus yang bukan hanya sekedar Pembuat tanda tetapi Pemberi hidup. Pegawai itu percaya (oarist) tanpa mengetahui apakah tanda itu sudah terlaksana atau tidak. Pegawai itu percaya pada kata-kata Yesus. Dalam arti itu, pegawai itu tidak membutuhkan lagi tanda baru ia percaya. Tanpa tanda yang nyata pada saat itu, ia sudah percaya pada pribadi Yesus. Ia menyerahkan semuanya kepada kuasa Yesus. Di sini penulis mau menampilkan pertentangan antara “iman karena tanda” dan “iman karena perkataan”. Pegawai itu dalam arti tertentu menang atas “iman-tanda”. Karena itu, sekarang ia beriman karena perkataan dan pribadi Yesus. Yesus memang tidak memberikan tanda apa-apa kepada pegawai itu. Yesus juga tidak menyertai dia ke Kapernaum, tetapi Yesus berbuat apa yang diminta oleh pegawai istana itu asal ia sungguh percaya. Tanda pasti diberikan, tetapi tanda bergantung pada iman. Di sini bisa kita lihat bahwa penulis Injil Yohanes menghantar pembaca injilnya untuk mengerti dan mengembangkan imannya. Dalam perikop-perikop sebelumnya orang percaya karena ada tanda. Dalam perikop ini, penulis menampilkan kepercayaan haruslah menjadi dasar dari pemberian suatu tanda. Orang percaya terlebih dahulu kemudian diberikan tanda. Dengan begitu, penulis injil Yohanes menegaskan bahwa tanda adalah urusan kedua. Bahkan bagi seorang yang sungguh percaya kepada Yesus, orang tidak membutuhkan tanda apa pun dari Yesus. Yang dibutuhkan adalah percaya dan mengiktu perintah Yesus. Tanda akan diberikan (tentu sesuai kehendakNya) jika kepercayaan sudah dibangun.
Di tengah jalan dalam perjalan pulang ke Kapernaum (ay. 51), hamba-hambanya datang dengan membawa kabar tentang tanda. “Anaknya hidup” adalah tanda yang oleh pegawai sendiri belum dilihat dengan mata kepala. Hamba-hambanya sudah melihat tanda itu, mereka sudah melihat bahwa anak pegawai itu sembuh. Bagi pegawai istana itu, kabar dari hamba-hambanya adalah peneguh dari iman yang sudah dibangun sejak ia bercakap-cakap dengan Yesus. Ia pasti sudah tahu bahwa anaknya memang akan sembuh. Karena itu, ia sungguh percaya kabar yang diberikan oleh hamba-hambanya itu. Itulah sebabnya ia tidak bertanya benarkah kabar itu, tetapi ia bertanya kapan anaknya sembuh (ay. 52).
Sudah disebutkan di atas (analisa ayat 46) bahwa penulis tidak menyebutkan penyakit apa yang diderita oleh anak pegawai itu. Pada ayat 52 ini penulis memberikan sedikit penjelasan tentang penyakit anak pegawai istana dari laporan yang diberikan oleh hamba-hamba kepada pegawai istana. “Kemarin siang pukul satu demamnya hilang”. Jika dihubungkan dengan ay. 47 yang menegaskan bahwa anak itu hampir mati, maka kita dapat mengatakan bahwa demam adalah suatu penyakit (pada zaman itu) yang berbahaya, karena membuat anak pegawai itu hampir mati.
Jawaban yang diberikan oleh hamba-hamba pegawai itu (“Kemarin siang pukul satu demamnya hilang”) menegaskan bahwa penyembuhan jarak jauh yang dilakukan Yesus sudah sehari berlalu. Anak pegawai itu sudah sembuh dari kemarin. Jika ditelusuri dengan seksama, agaknya begitu sulit untuk mengerti kapan tepatnya penyembuhan itu terjadi. Jarak antara Kana dan Kapernaum yang kurang lebih 16 km sebenarnya tidak membutuhkan waktu sehari untuk berjalan kaki, apalagi menggunakan unta atau kuda. Bisa jadi “jam satu” menunjuk pada pagi hari (hampir siang), sehingga pegawai itu masih di tengah jalan pada waktu siang hari di mana ia bertemu dengan para hambanya.
Penulis juga menegaskan bahwa pegawai itu percaya karena kesembuhan anaknya terjadi pada jam yang sama ketika Yesus mengatakan kepadanya bahwa “anaknya hidup”. Setelah menegaskan kepercayaan pegawai itu, penulis langsung menyambung dengan kepercayaan seluruh keluarganya: “Lalu ia pun percaya, ia dan seluruh keluarganya”. Di sini seakan penulis memotong kisah ini. Kisah langsung di potong setelah pertemuan pegawai itu dengan para hambanya di tengah jalan dengan langsung menegaskan situasi dalam rumahnya. Kepercayaan seluruh anggota keluarga bisa mungkin karena cerita dari pegawai istana itu tentang apa yang ia alami ketika bersama Yesus di Kana. Jika tidak ada yang menceritakan (entah oleh pegawai sendiri atau oleh para hambanya), anggota keluarga yang lain tidak mungkin percaya.
Terlepas dari kerancuan kisah itu, penulis Injil Yohanes mau menegaskan kuasa Yesus untuk menyembuhkan. Kuasa itu tidak dapat dibatasi oleh tempat dan bahkan waktu. Pada saat Yesus mengatakan format penyembuhan: “anakmu hidup” – di tempat yang berbeda – pada saat itu juga anak itu sembuh.
Ay. 53 penulis menegaskan bahwa “…dan seluruh keluarganya percaya”. Dalam Injil Sinoptik kita tidak menemukan adanya kesaksian bahwa ada seluruh anggota keluarga percaya. Tetapi dalam Kisah Para Rasul, terdapat juga seluruh anggota keluarga yang percaya. Bisa di lihat dalam Kis. 11:14; 16:15, 31; 18:8. Episteusen digunakan penulis di akhir kisah ini secara absolut tanpa diberi objek. Hal itu berarti bahwa pegawai itu dan seluruh keluarganya sunguh-sungguh percaya. Percaya bukan karena tanda tetapi pada pribadi Yesus yang membawa pembaharuan hidup secara radikal.
Penulis kisah ini menampilkan tiga macam iman. 1). Iman berdasarkan tanda-tanda (iman-mukjizat) (ay.48); 2). Iman kepada perkataan Yesus (ay. 50); 3). Iman secara absolut dalam arti Kristen (ay. 51). Dengan menyebutkan ketiga jenis iman yang muncul berurutan dari iman tanda kepada iman absolut, penulis mau menampilkan perkembangan iman seseorang. Iman adalah sebuah paradigma dari iman yang sejati. Hal itu mengambarkan perjalanan iman seseorang untuk mencapai perkembangan kedewasaan iman yang matang. Perkembangan iman ini akhirnya memuncak pada “percaya tanpa melihat” (Yoh. 20:29).
Format penyembuhan (“anakmu hidup”), ditampilkan penulis dalam kisah ini sebanyak tiga kali (ay. 50, 51, 53). Frase “anakmu hidup” untuk pertama kali penulis tampilkan sebagai format penyembuh yang dipakai Yesus untuk menyembuhkan anak pegawai istana itu dari jarak jauh (ay. 50). Format penyembuh ini kemudian ditampilkan penulis sebagai kabar yang dibawa oleh hamba-hamba pegawai itu. Sebagai kabar, penulis menggunakan kalimat tidak langusung: “… hamba-hambanya telah datang kepadanya dengan kabar, bahwa anaknya hidup” (ay. 51). Yang terakhir, penulis menampilkan format penyembuhan itu dalam bentuk pengulangan dari kata-kata Yesus. “Maka teringatlah ayah itu, bahwa pada saat itulah Yesus berkata kepadanya: “anakmu hidup”. Dengan menampilkan tiga kali kata “hidup”, kiranya penulis mau menegaskan konsekuensi dari suatu iman yang sejati dari pribadi Yesus sebagai pribadi yang memberikan kehidupan. Dialah jalan kebenaran dan hidup (bdk. 14:6). Percaya padaNya tanpa syarat (tanpa harus ada tanda) akan memperoleh kehidupan. Berkat iman tanpa syarat itu, pegawai istana dan seluruh keluarganya memiliki dan memulai hidup yang baru. Dulu mereka hidup dengan iman karena melihat Yesus sebagai pembuat tanda (jika tanpa tanda kepercayaan pada Yesus bukanlah hal yang mungkin) atau bahkan tidak percaya sama sekali pada Yesus, tetapi kini mereka hidup dengan iman yang sejati pada Yesus.
Di akhir kisah ini, penulis menyimpulkan bahwa penyembuhan anak pegawai istana itu adalah tanda kedua yang dibuat Yesus di Galilea. Memang ada tanda lain yang dibuat Yesus sebelum kisah ini tetapi itu dibuat di Yudea di tempat asalNya. Penulis mencatat, untuk kedua kali Yesus membuat tanda di daerah orang (bukan daerahNya): Galilea. Dan di Galilea ini yang justru daerah orang, muncul iman yang mendalam yang melampaui batas-batas ruang dan waktu serta tanda-tanda fisik. Penyebutan jumlah tanda menunjukkan bahwa penulis menggunakan sumber-tanda di balik Injil ini dan rekonstruksi atas sumber ini kadang-kadang dihubungkan dengan tujuh tanda yang sudah disebutkan di atas yang kemungkinan ditemukan oleh penulis dalam sumbernya.
Pesan Teologis
Secara singkat dapat dikatakan bahwa penulis menampilkan kisah penyembuhan anak pegawai istana sebagai suatu pewartaan Yesus yang terjadi di luar daerahNya, Yudea. Kisah itu terjadi di Galilea di mana terdapat banyak orang Kafir. Tokoh utama dari kisah ini adalah pegawai istana yang kafir. Kekafiran bukanlah hal yang menghalangi orang jika mau untuk memiliki iman yang sejati. Lewat kisah ini penulis menampilkan dinamika perkembangan iman seseorang serta kuasa penyembuhan yang dibuat Yesus. Yang terakhir penulis menampilkan di dalam kisah ini tema kehidupan yang sebenarnya sudah dimulai dari Samaria (orang yang setengah Kafir).
Penyembuhan anak pegawai istana merupakan salah satu contoh dari iman sebagai jawaban. Allah pertama-tama memberikan rahmat kepada manusia (Dalam kisah, Yesus lebih dahulu mengatakan “anakmu hidup”). Itu berarti bahwa rahmat kehidupan pertama-tama berasal dari Bapa. Berkat rahmat itu orang dihidupkan, diselamatkan. Tetapi kehidupan itu menjadi mungkin bagi manusia jika ada tanggapan positif dari pihak manusia. Harus ada usaha dari pihak manusia berhadapan dengan rahmat Allah. Tanggapan manusia atas rahmat Allah itulah yang disebut iman. Berkat iman, orang diselamatkan. Iman memungkinkan orang memperoleh kehidupan. Tetapi iman sebagai suatu tanggapan atas rahmat Allah itu harus diwujudkan dengan tindakan konkrit. Jika tidak, iman itu hanya sebatas iman-tanda, dan pada akhirnya akan mati. Itulah sebabnya pegawai istana walaupun tidak melihat tanda, langsung mengikuti apa yang dikatakan Yesus kepadanya: “Pergilah, anakmu hidup”! Tindakan pegawai istana untuk pulang ke rumah di Kapernaum adalah tindakan mewujudkan imannya akan rahmat Allah yang sudah lebih dahulu dicurahkan.
Dalam kisah ini, penulis menampilkan cara penyembuhan Yesus yang berbeda dari biasanya. Penulis menampilkan Yesus yang menyembukan dengan kata-kata dan Yesus yang menyembuhkan dari jarak jauh. Terhadap cara penyembuhan itu, Penginjil sebenarnya mau menampilkan Yesus sebagai Dia yang memiliki kuasa, dalam konteks cerita, Yesus memiliki kuasa atas hidup dan mati (bdk. Kisah Lazarus dibangkitkan). Itu berarti penulis mau menampilkan Yesus yang tidak berasal dari dunia ini tetapi dari Bapa di surga (bdk., pengajaran Yesus tentang Rumah Bapa (bab 14), Doa Yesus untuk murid-muridNya (bab 17), jawaban Yesus terhadap pertanyaan Pilatus pada saat pengadilan (18:37)). Yesus adalah utusan Allah untuk mewartakan tentang Kerajaan Surga. Terhadap pewartaan itu, manusia diminta untuk menanggapi, bukan karena ada tanda fisik yang ajaib, tetapi karena memang sungguh-sungguh percaya pada Yesus yang adalah Utasan Allah Bapa di surga.
Kisah penyembuhan yang terjadi secara ajaib (denga perkataan dan dari jarak jauh) mau menegaskan sebenarnya peranan Roh Kudus. Roh Allah berkarya sehingga apa yang di luar pikiran manusia (pegawai istana) akan terjadi. Secara manusiawi kepala pasukan mengerti bahwa anaknya bisa sembuh jika Yesus hadir di tempat di mana anaknya terbaring sakit. Tetapi Yesus menyatakan hal lain diluar pikiran dan pemahamannya. Roh Allah berkarya dalam diri Yesus sehingga kesembuhan anak pegawai istana menjadi mungkin. Roh Allah berada di mana-mana tanpa dibatasi ruang dan waktu.
Penutup
Pegawai istana yang ditampilkan penulis dalam perikop Yoh. 4:46-54 adalah seorang kafir yang tinggal di luar daerah pusat keagamaan Yahudi: Galilea. Bagi orang Yahudi, orang kafir adalah orang yang dianggap berdosa, dan kerana itu tidak layak di hadapan Tuhan. Penginjil menampilkan kisah penyembuhan anak pegawai istana sebagai suatu bentuk pewartaan bahwa Allah tidak berpihak pada siapa pun, dan bahwa cinta kasih Tuhan menembus batas-batas kerajaan dan adat-istiadat. Kisah ini bahkan menampilkan keterbukaan hati orang-orang yang berada di luar harapan. Mereka dikatakan kafir, tetapi justru merekalah yang terbuka terhadap pewartaan Kerajaan Allah. Kisah penyembuhan anak pegawai istana ini merupakan salah satu contoh dari iman sebagai jawaban kepada Yesus yang berasal dari mereka yang tidak berasal dari agama Yahudi. Itu berarti, kisah ini semacam sindiran bagi agama yang lazim. Karunia Allah ditawarkan kepada semua orang tanpa terkecuali, tetapi tanggapan justru muncul dari orang-orang yang berada di luar harapan dan perhitungan. Orang yang menganggap diri beragama, justru sebenarnya yang tidak terbuka terhadap karunia Allah itu. Yang terakhir yang disampaikan penulis kepada pembaca injilnya adalah bahwa iman seseorang adalah suatu proses. Untuk sampai kepada iman sejati, orang membutuhkan proses. Kita sudah berada pada tahap apa?
Kotbah
Menjadi katolik
(Yoh. 4:46-54)
Pernakah kita mendengar jawaban orang ketika ditanya beragama atau bergolongan apa? Kita dapat memastikan bahwa jika seseorang ditanya demikian ia akan menjawab: saya beragama Kristen Protestan, Kristen Katolik, Pantekosta, Adven, dll. Jawaban-jawaban seperti itu adalah jawaban yang biasa kita dengar. Yang tidak biasa kita dengar adalah jawaban Julio yang baru berumur 12 tahun. Ketika ditanya beragama apa, Julia menjawab: “Saya sedang mempersiapkan diri untuk menjadi Katolik”.
Kata “mempersiapkan” yang diungkapkan Julio untuk menjawab pertanyaan adalah kata yang menunjukkan suatu proses. Proses untuk menjadi Katolik. Saya dan Anda mungkin beragama Katolik, tetapi apakah kita sudah menjadi Katolik?
Dalam kisah penyembuhan anak pegawai istana (Yoh. 4:46-54), Yohanes menunjukkan bahwa Yesus menghantar kita untuk membongkar iman apa yang sementara hidup dalam diri kita. Ketika bertemu dengan Yesus di Kana, pegawai istana memohon supaya Yesus datang di Kapernaum di tempat di mana anaknya itu terbaring sakit. Permintaan ini menunjukkan bahwa pegawai istana itu belum mengerti siapa sebenarnya Pribadi yang selalu membuat tanda. Bagi pegawai istana, Yesus hanyalah seorang Pembuat tanda-tanda ajaib, tidak lebih dari itu. Dan tanda itu bisa dibuat jika Yesus berada di dekat anaknya. Itulah iman karena tanda.
Yesus tahu iman apa yang ada dalam diri pegawai istana ini. Ia tahu bahwa pegawai istana ini percaya karena telah melihat tanda-tanda yang dibuat oleh Yesus sebelumnya, baik di Galilea pun di Yudea. Karena itu, Yesus mengungkap sesuatu yang sebenarnya sementara tumbuh dalam diri pegawai itu. “Jika kamu tidak melihat tanda dan mukjizat, kamu tidak percaya”. Dengan kata-katanya itu, Yesus sebenarnya mau mengungkap siapa sebenarnya pegawai istana itu. Ia adalah penganut iman-tanda seperti kebanyakan orang di Yuedea. Kata-kata Yesus itu juga merupakan sebuah sindiran dan teguran bagi pegawai istana. Dengan teguran dan sindiran itu, Yesus menghendaki agar pegawai istana itu membuka diri dan menyadari keberadaannya kemudian mengarahkan diri pada suatu perubahan yang radikal.
Harapan Yesus bagi pegawai itu terpenuhi. Pegawai istana itu tidak peduli dengan teguran dan sindiran Yesus. Baginya, yang terpenting adalah Yesus menyembuhkan anaknya. Karena itu ia memohon untuk kedua kalinya. “Tuhan, datanglah sebelum anakku mati”. Dengan memohon untuk kedua kali, pegawai istana itu menunjukkan suatu perubahan tahap demi tahap. Ia kini tidak lagi sepenuhnya beriman karena tanda, tetapi ia mulai membangun suatu kepercayaan bahwa apa pun yang terjadi Yesus pasti dapat menolong anaknya yang kini hampir mati. Itu berarti bahwa pegawai itu mulai merubah cara pandang dan penghayatan terhadap pribadi Yesus. Memang dalam dirinya masih ada sisa-sisa “keyakinan karena tanda” yang mengharuskan kehadiran Yesus di Kapernaum di tempat di mana anaknya terbaring sakit. Ia belum dapat mengerti bahwa Yesus memiliki kuasa atas kematian dan kehidupan seseorang, termasuk anaknya walaupun di tempat jauh.
Untuk memurnikan imannya, Yesus lantas mengungkap sesuatu yang sebenarnya tidak ada hasil yang kelihatan. “Pergilah, anakmu hidup”. Keyakinan dasar bahwa Yesus harus hadir di dekat anaknya untuk membuat tanda kesembuhan dibongkar seketika dengan menyuruh pegawai itu pergi. Dengan memerintah pegawai itu pergi, Yesus mau menunjukkan bahwa Ia mempunyai kuasa yang lebih dari sekedar tanda kelihatan yang hadir saat itu di depan mata. Yesus mempunyai kuas untuk menyembuhkan orang, kendati pun dari jarak jauh. Yesus juga punya kuasa untuk menyembuhkan orang walaupun hanya lewat kata-kata.
Pegawai istana itu percaya dan pergi. Inilah tahap perkembangan iman selanjutnya dari pegawai itu. Kini ia tidak membutuhkan lagi tanda untuk percaya. Baginya tanda bukan lagi jaminan suatu kepercayaan. Baginya tanda bahkan hanya menjadi jaminan bagi suatu iman semu terhadap pribadi Yesus. Baginya, kata-kata Yesus sudah menjadi dasar keyakinannya. Inilah iman karena perkataan. Karena itu, pegawai itu dikisahkan pertama-tama percaya kemudian pergi. Kepergiannya ke Kapernaum didasarkan pada iman akan kata-kata Yesus.
Mempercayai kata-kata Yesus ternyata tidak sia-sia. Kata-kata itu menghantar pegawai itu pada puncak perkembangan iman. Belum sampai di rumah, iman pegawai itu sudah diteguhkan dengan kabar kesembuhan anaknya yang dibawa oleh hamba-hambanya. Pegawai itu menyadari dengan sungguh bahwa Yesus bukan hanya sekedar pembuat tanda. Ia lebih dari tanda yang kelihatan. Ia sungguh percaya bahwa Yesus adalah Tuhan. Keyakinan yang teguh ini membuat seluruh keluarganya percaya. Inilah puncak perjalanan iman seseorang. Pertama percaya karena tanda, kemudian percaya karena kata-kata, dan terakhir percaya tanpa melihat.
Dalam kisah ditampilkan bahwa kepercayaan yang teguh pada Yesus membuahkan hasil. Yesus menegaskan kepada pegawai itu, “anakmu hidup”, untuk menegaskan bahwa ketika orang sungguh percaya padaNya, orang akan memperoleh kehidupan. Atas dasar iman yang teguh, pegawai istana dan seluruh keluarganya memperoleh hidup yang baru.
Kita semua sementara dalam perjalanan untuk memperjuangkan iman kekatolikan kita. Karena itu, lewat bacaan ini, Yesus mengajak kita berhenti sejenak dan masuk dalam relung hati yang terdalam untuk bertanya sudah sejauh manakah perjalan kita mengimani Yesus? Sudah sejauh tanda, atau perkataan, atau tanpa melihat? Mari kita berjuang untuk menanggapi rahmat Allah yang sudah lebih dahulu dicurahkan kepada kita supaya kita bisa mencapai puncak kedewasaan iman yang sejati. Kedewasaan iman itu terwujud lewat cara hidup sebagai orang Kristen yang percaya walaupun tidak melihat. Semoga…